Jumat, 21 Januari 2011

Upaya Hukum yang Ditempuh Konsumen Atas Kerugian yang diakibatkan dari barang dan /atau Jasa yang ditawarkan pelaku usaha melalui iklan.

 Upaya Hukum yang Ditempuh Konsumen Atas Kerugian yangdiakibatkan dari  barang dan /atau Jasayang ditawarkan  pelaku usaha melaluiiklan.


Di dalam undang-undang perlindungan konsumen nomor 8tahun 1999 memberikan dua macam ruang untuk menyelesaikan sengketa konsumen,yaitu penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan dan penyelesaiankonsumen di luar pengadilan. Hal ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 ayat(1) dan 47 Undang-undang perlindungan konsumen.
Pasal 45 ayat (1) UUPK
”Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengugat pelakuusaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen danpelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.”

Pasal 47 UUPK
”penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilandiselengarakan untuk mencapai kesempakatan mengenai bentuk dan besarnya gantirugi dan/atau mengenai tindakan tertentu unutuk menjamin tidak akan terjadikembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen .”

Berdasarkan rumusan Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 47Undang-undang Perlindungan Konsumen di atas, penyelesaian konsumen di luarpengadilan dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1.     Penyelesaiantuntutan ganti kerugian seketika dan
2.     Penyelesaiantuntutan ganti kerugian melalui Badan penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Dengan demikian, ada 3 cara dalam menyelesaikan kosumen,yaitu :
1.     penyelesaiansengketa konsuen melalui pengadilan;
2.     penyelesaiansengketa konsumen dengan tuntutan seketika; dan
3.     penyelesaiansengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu yangdisingkat dengan BPSK.
Satu dari tiga cara tersebut di atas, dapat ditempuh olehpihak-pihak yang merasa dirugikan, dengan ketentuan bahwa penyelesaian sengketamelalui tuntutan seketika wajib ditempuh pertama kali untuk memperolehkesepakatan para pihak. Sedangkan dua cara lainnya adalah pilihan yang ditempuhsetelah penyelesaian dengan cara kesepakatan gagal. Dengan begitu, jika sudahmenempuh cara melalui pengadilan tidak dapat lagi ditempuh penyelesaian melaluiBPSK dan sebaliknya.
a.     Melalui jalur pengadilan
            MenurutPasal 48 Undang-undang Nomor 1999 tentang perlindungan konsumen, penyelesaiansengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilanumum. Ini berarti hukum acara yang dipakai dalam tata cara persidangan danpemeriksaan perkara adalah berdasarkan Herzine Inland Regeling (HIR)atau Rechtsreglemen Buitengewesten (RBg), yang mana keduanya pada dasartidak mempunyai perbedaan yang mendasar (prinsipil).
a)     Pengajuan Gugatan
      Dalam hukum acara perdata yangberlaku di Indonesia, di kenal asas Hakim bersifat menunggu, pasif.Artinya bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak yang berkepentingan.Di mana  hal tersebut diatur dalam Pasal1865 KUH Perdata, yaitu Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyaisesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hakorang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hakatau peristiwa tersebut.
      Kemudian dapat di lihat bahwadalam rumusan pasal 1865 KUH Perdata tersebut mengandung beberapa makna, yangmana makna tersebut terdiri dari :
1)     Seseorang dapat mengajukan suatu peristiwa, dalam hal iniwanprestasi atau perbuatan melawan hukum, untuk menunjukkan haknya.
2)     Peristiwa yang diajukan itu harus dibuktikan.
      Berdasarkan hal tersebut diatas, bahwa di dalam persidangan perdata para pihak yang merasakan ataumendapatkan kerugian yang ditimbulkan dari akibat adanya hubungan hukum, berhakmengajukan penuntutan di depan persidangan dengan memberikan bukti-bukti yangberhubugan dengan persoalan yang terjadi.
      Hal ini berbeda dengan ketentuanyang terdapat di dalam Udang perlindungan konsumen. Di mana tepatnya di dalampasal 46 UUPK No 8 Tahun 1999, menyebutkan bahwa :
1.     Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukanoleh :
a.      Seseorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yangbersangkutan;
b.     Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c.      Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yangmemenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggarandasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebutadalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatansesuai dengan anggaran dasarnya;
d.     Pemerintah dan atau instansi terkait apabila barang danatau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yangbesar dan/atau korban yang tidak sedikit.
2.     Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembagaperlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pemerintah sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
3.     ketentuan lebih lanjut menegenai kerugian materi yangbesar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana yang dimaksud pada ayat(1) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah. 
      Oleh karena itu, berdasarkanketentuan di atas, yang dapat mengajukan gugatan dalam ketentuan Undang-undangPerlindungan Konsumen adalah :
1.     Setiap Konsumen yang dirugikan, ahli warisnya, baikberupa perseorangan maupun kelompok.
2.     Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat.
3.     Pemerintah.




b)     Pemerikasaan dan Pembuktian
Membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar-dasar yangcukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.[1]
Dengan jalan pembuktian, menjadi jelas bagi hakim tentang hukumannya suatuperkara sehingga memudahkan hakim untuk mengonstatir peristiwa, mengualifikasi,dan kemudian mengontitusikannya.
Sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1865 KUH Perdata, di mana peristiwayang menjadi dasar hak tersebut mesti dibuktikan oleh penggugat. Artinya kalaugugatan atas ganti kerugian didasarkan pada peristiwa wanprestasi konsumensebagai penggugat perlu membuktikan :
1.     Adanya hubungan perikatan (kontrak, perjanjian);
2.     Adanya bagian-bagian dari kerwajiban yang tidak dipenuhioleh pelaku usaha; dan
3.     Timbulnya kerugian bagi konsumen (penggugat).
Jika gugatan ganti kerugian didasarkan pada peristiwa perbuatan melawanhukum, haruslah dibuktikan :
1.     Adanya perbuatan melawan hukum, baik berupa pelanggaranhak konsumen, pelanggaran terhadap kewajiban berhati-hati, pelanggaran normakesusilaan, maupun pelanggaran norma kepatutan.
2.     Adanya kesalahan kerugian yang diderita dari pelakuusaha, baik berupa kesengajaan maupun kelalaian.
3.     Adanya sejumlah kerugian yang diderita konsumenpenggugat.
4.     Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukumyang salah itu dan kerugian.
Pembuktian hal-hal tersebut di atas dilakukan menurut cara-cara yang diaturdalam undang-undang. Menurut pasal 284 RBG/164 HIR atau Pasal 1866 KUH Perdata,alat-alat bukti yang dapat diajukan adalah :
1.     Surat;
2.     saksi;
3.     persangkaan;
4.     pengakuan; dan
5.     sumpah
b.     Di luar pengadilan
1.     penyelesaian penggantian kerugian seketika (secaralangsung) dengan jalan damai

konsumen yang merasa dirugikan karena memakai atau mengkonsumsi produk yangcacat atau tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan melalui iklan oleh pelakuusaha hanya akan mendapat penggantian kerugian apabila mengajukan permintaanatau tuntutan atas hal tersebut. Permintaan atau penuntutan penggantiankerugian ini mutlak dilakukan oleh orang atau konsumen yang merasa berhak untukmendapatkan. Tidak akan ada penggantian kerugian selain karena dimohonkanterlebih dahulu ke pengadilan dengan syarat-syarat tertentu.
Sebagaimana pasal 19 ayat (1) dan ayat (3) undang-undang Perlindungankonsumen, di mana konsumen yang merasakan dirugikan dapat menuntut secaralangsung penggantian kerugian kepada pelaku usaha, dan pelaku usaha harusmemberi tanggapan dan/atau penyelesaian dalam jangka waktu tujuh hari setelahteransaksi berlangsung.
Pada penyelesaian ini, kerugian yang dapat dituntut sebagai mana yangdituang dalam pasal 19 ayat (1) terdiri dari kerugian karena kerusakan,pencemaran, dan kerugian lain akibat dari mengkonsumsi barang dan/atau jasa.Bentuk kerugian dapat berupa :
1)     Pengembalian uang seharga Pembelian barang dan/atau jasa;
2)     Penggantian barang dan/atau jasa sejenis atau setaranelainya; atau
3)     Perawatan kesehatan; atau
4)     Pemberian santunan yang sesuai.
Pilihan bentuk penggantian kerugian bergantung pada kerugian yangsungguh-sungguh diderita oleh konsumen, dan sesuai dengan hubungan hukum yangada di antara mereka.
2.     Tuntutan pengantian kerugian melalui Badan PenyelesaianSengketa Konsumen (BPSK)

Tuntutan pengantiam kerugian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumenatau sering di sebut dengan BPSK merupakan upaya hukum di luar pengadilan yangdapat ditempuh oleh konsumen yang merasa dirugikan oleh plaku usaha. Hal inidapat di ketahui berdasarkan rumusan pasal 52 UUPK jo. SK. Memperindag Nomor350/MPP/Kep/12/2001 menerangkan bahwa tugas dan wewenang BPSK yaitu
a.      Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketakonsumen dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase;
b.     Memberikan konsultasi perlindungan konsumen ;
c.      Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d.     Melaporkan kepada penyidik umum jika terjadi pelanggaranUndang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK);
e.      Menerima pengaduan tertulis maupun tidak dari konsumententang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f.      Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketaperlindungan konsumen;
g.     Memangil pelaku usaha yang diduga telah melakukanpelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h.     Memangil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atausetiap orang yang diduga mengetahui pelanggaran Undan-undang PerlindunganKonsumen (UUPK)
i.       Meminta bantuan kepada penyidik untuk menghadirkan saksi,saksi ahli, atau setiap orang pada butir g dan butir h yang tidak bersediamemenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);
j.       Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen,atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k.     Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian di pihakkonsumen;
l.       Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukanketentuan Undang-udang Perlindungan Konsumen;
m.   Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yangmelanggar ketentuan Undan-undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Berdasarkan point a yang dirumuskan di atas, maka penyelesaian sengketakonsumen melalui BPSK mengunakan 3 cara, yaitu
1.     konsiliasi;
2.     mediasi ;
3.     arbitrase
Seperti halnya penyelesaian sengketa lainnya, di Badan PenyelesaianSengketa Konsumen (BPSK) mempunyai ketentuan berproses dalam menyelesaikansengketa antara konsumen dengan pelaku usaha. Adapun ketentuan Berproses diBadan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) antara lain :
a.     Permohonan Penyelesaian Sengketa konsumen (PSK)
Permohonan Penyelesaian konsumen (PSK) diatur dalam Pasal 15 sampai Pasal17 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. yaitu di mana bentuk permohonanPenyelesaian Konsumen (PSK) diajukan secara lisan atau tertulis ke BadanPenyelesaian Konsumen (BPSK) melalui Sekretariat Badan Penyelesaian SengketaKonsumen (BPSK) setempat oleh Konsumen. Hal ini apabila konsumen :
1)     Meningal dunia;
2)     Sakit atau telah usia lanjut (manula);
3)     Belum dewasa;
4)     Orang asing (warga Negara Asing), maka permohonandiajukan ahli waris atau kuasanya.
Adapun menurut ketentuan pasal 16 dalam SK Menperindag Nomor350/MPP/Kep/12/2001, menerangkan bahwa isi permohonan Penyelesaian SengketaKonsumen (PSK) memuat secara benar dan lengkap berdasarkan :
1)     Identitas konsumen, ahli waris atau kuasanya disertaibukti diri;
2)     Nama dan alamat pelaku usaha;
3)     Barang atau jasa yang diadukan;
4)     Bukti perolehan, keterangan tempat, waktu dan tanggalperolehan barang atau jasa yang diadukan;
5)     Saksi-saksi yang mengetahui perolehan barang atau jasa,foto-foto barang atau kegiatan pelaksaan jasa, bila ada.
Kemudian Permohonan Penyelesaian Sengketa (PSK) dapat saja ditolak, hal inidikaranakan :
1)     Tidak memuat persyaratan-persyaratan isi permohonanpenyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) tersebut;
2)     Permohonan gugatan bukan kewenangan Badan PenyelesaianSengketa Konsumen (BPSK).
b.     Susunan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSKdan kepaniteraan

Susunan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ganjil, minimal3 Orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2)undang-udang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang salah satu anggota wajibberpendidikan dan berpengetahuan dibidang hukum.
Setiap penyelesaian sengketa konsumen oleh badan penyelesaian sengketakonsumen (BPSK) dilakukan oleh Majelis yang dibentuk berdasarkan KeputusanKetua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan dibantu oleh Panitera.
c.      Tata cara persidangan
Pasal 26 ayat (1)  SK MenperindagNomor 350/MPP/Kep/12/2001 menentukan bahwa pemanggilan pelaku usaha untuk hadirdi persidangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK), dilakukan secaratertulis disetai dengan copy permohonan penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK)dalam waktu 3 hari kerja sejak permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK)diterima secara lengkap dan benar telah memenuhi persyaratan Pasal 16 SKMenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001.
Berdasarkan rumusan Pasal 54 ayat (4) jo. Pasal 26 sampai Pasal 36 SuratKeputusan Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, yaitu dimana terdapat 3 (tiga)Tata Cara persidangan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yaitu :
1.     Persidangan dengan cara konsiliasi
Inisiatif salah satu pihak atau para pihak membawa sengketa konsumen keBadan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), ditangani bersikap Pasif dalampersidangan dengan cara konsiliasi. Sebagai pemerantara antara pihak yangberseng  keta, Majelis Badan PenyelesaianSengketa Konsumen (BPSK) bertugas (Pasal 28 Surat Keputusan Menperindag Nomor350/MPP/Kep/12/2001), antra lain :
a)     Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang besengketa;
b)     Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c)     Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yangbersengketa;
d)    Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha, perihalperaturan perundang-undagan di bidang perlindungan konsumen.
Kemudian di dalam pasal 29 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001,merumuskan bahwa didalam Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dengan carakonsiliasi, mempunyai 2 prinsip, yaitu :
1)     Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentukmaupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhmya kepada para pihak, sedangkanMajelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bertindak pasif sebagaikonsiliator.
2)     Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkandalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
2.     Persidangan dengan cara mediasi
Cara mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak, samahalnya dengan cara konsiliasi. Keaktifan Majelis Badan Penyelesaian SengketaKonsumen (BPSK) sebagai pemerantara dan penasehat Penyelesaian SengketaKonsumen (PSK) dengan cara Mediasi terlihat dari tugas Majelis BadanPenyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Yaitu :
a)     Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b)     Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c)     Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yangbersengketa;
d)    Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yangbersengketa;
e)     Secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaiansengketa konsumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidangperlindungan konsumen.
Kemudian di dalam pasal 31 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001,merumuskan bahwa di dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dengan caramediasi, mempunyai 2 prinsip, yaitu :
1)     Proses Penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentukmaupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya diserahkan sepenuhnya kepadapara pihak, sedangkan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran danupaya upaya lain dalam penyelesaian sengketa.
2)     Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkandalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
3.     Persidangan dengan cara arbitrase
Pada persidangan dengan cara Arbitrase, para pihak menyerahkan sepenuhnyakepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk memutuskan danmenyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. Proses pemilihan Majelis BadanPenyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan cara arbitrase ditempuh melalui 2(dua) tahap yaitu [2]:
1)     Para pihak memilih arbitor dari anggota Badan PenyelesaianSengketa Konsumen (BPSK) yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumensebagai anggota Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
2)     Arbitor yang dipilih para pihak tersebut kemudian memiliharbitor ketiga dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dariunsur pemerintahan sebagai Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK) dengan cara Arbitrasedilakukan dengan 2 (dua) persidangan yaitu persidangan pertama dan persidangankedua.
Adapun prinsip tata cara penyelesaian Sengketa Konsumen pada persidanganpertama dalam penyelesaian secara Arbitrase yaitu :
1)     Kewajiban Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK) memberikan petunjuk tentang upaya hukum bagi kedua belah pihak (Pasal 33ayat (1) SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001);
2)     Kewajiban Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK) untuk mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 34 ayat (1) SK MenperindagNomor 350/MPP/12/2001) dalam hal tercapai perdamaian, maka hasilnya wajibdibuatkan penetapan perdamaian oleh Majelis Badan Penyelesaian SengketaKonsumen (BPSK)
3)     Pencabutan gugatan konsumen dilakukan sebelum pelakuusaha memberikan jawaban yang dituangkan dalam surat pernyataan, disertaiKewajiban Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) mengumumkanpencabutan gugatan tersebut dalam persidangan. ( Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2)SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001)
4)     Kewajiban Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK) untuk memberikan kesempatan yang sama bagi para pihak , yaitu berupa:
a)     Kesempatan yang sama untuk memepelajari berkas yangberkaitan dengan persidangan dan membuat kutipan seperlunya (pasal 33 ayat (2)SK Menperindag Nomor 350/MPP/12/2001)
b)     Pembacaan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelakuusaha, jika tidak tercapai perdamaian (pasal 34 ayat (1) SK Menperindag nomor350/MPP/Kep/12/2001)
Sedangkan  prinsip tata carapenyelesaian Sengketa Konsumen pada persidangan kedua dalam penyelesaian secaraArbitrase yaitu :
1)     Kewajiban Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK) untuk memberikan kesempatan terakhir sampai persidangan kedua disertaikewajiban para pihak membawa alat bukti yang diperlukan, bila salah satu pihaktidak hadir pada persidangan pertama (pasal 36 ayat (2) SK Menperindag Nomor350/MPP/Kep/12/2001);
2)     Persidangan kedua dilakukan selambat-lambatnya dalamwaktu 5 (lima) hari kerja sejak hari persidangan pertama ;
3)     Kewajiban Sekretaris Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK) untuk memberitahukan persidangan kedua dengan surat panggilan kepadapara pihak;
4)     Pengabulan gugatan kosumen, jika pelaku usaha tidakdatang pada persidangan kedua (Verstek), sebaliknya gugatan digugurkanjika konsumen yang tidak datang.
d.     Alat bukti dan Sistem Pembuktian
Pasal 21 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, alat-alat bukti yangdigunakan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yaitu :
1)     Barang dan/atau jasa;
2)     Keterangan para pihak;
3)     Keterangan saksi dan/atau saksi ahli;
4)     Bukti-bukti lain yang mendukung.
Sistem Pembuktian yang digunakan dalam gugatan ganti rugi sebagai mana yangdimaksud Pasal 19, Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-undang Perlindungan Konsumen(UUPK), yaitu dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik.
Sistem pembuktian terbalik dalam sistem hukum di Indonesia tidaklah bisadikatakan baru. Subekti mengemukakan bahwa persangkahan undang-undang[3] pada hakikatnya merupakanpembalikan beban pembalikan.
e.      Putusan Badan Peyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagaimana diaturdalam pasal 52 huruf I Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) jo. Pasal 3huruf I SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, gugatan dijatuhkan palinglambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan diterima diSekretaris Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), di mana hari kerja inisudah termasuk 10 (sepuluh) hari kerja.
Isi putusan BPSK bersifat Final dan mengikat. Kata ”Final” di situmenurut Penjelasan Pasal 54 ayat (3) Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK)bahwa tidak ada upaya hukum banding atau kasasi atas putusan Majelis BadanPenyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasidibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelakuusaha, selanjutnya dikuatkan dengan putusan majelis yang ditandatangani olehketua dan anggota majelis. Putusan majelis dalam konsiliasi dan mediasi tidak memuatsanksi administratif. Sedangkan hasil penyelesaian sengketa konsumen dengancara arbitrase dibuat dengan putusan majelis yang ditandatangai oleh ketua dananggota majelis. Putusan majelis dalam arbitrasedapat memuat sanksi administratif, putusan majelis disebut putusan BPSK[4]
Proses dikeluarkannya putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)dilakukan dengan tahapan, yaitu :
1)     Didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat;
2)     Maksimal jika hal itu telah diusahakan (denganSunguh-sunguh), ternyata tidak tercapai mufakat, maka putusan dilakukan dengancara Voting/suara terbanyak.
Amar`putusan Badan Penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK) terbatas pada 3 alternatif,yaitu :
1)     Perdamaian;
2)     Gugatan ditolak;
3)     Gugatan dikabulkan.
Jika gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yangharus dilakukan oleh pelaku usaha, dapat berupa sebagai berikut ;
1)     Ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugiankonsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa. Hal ini dapatberupa :
a)     Pengembalian uang;
b)     Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setaranilainya; atau
c)     Perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan
2)     Sanksi administrasi berupa penetapan ganti rugi maksimalRp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
f.      Upaya hukum
pada penjelasan pasal 54 ayat (3) undang-undang Perlindungan Konsumen bahwamenegaskan kata final itu berarti tidak ada upaya banding dan kasasi. Namunternyata Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengenal PengajuanKeberatan Kepada Pengadilan Negeri.
Menurut ketentuan pasal 56 ayat (2) UUPK, para pihak dapat mengajukankeberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerjasetelah menerima pemberitahuan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK). Hal ini karena di dalam pasal 41 ayat (2) SK Menperindag Nomor350/MPP/Kep/12/2001, menerangkan bahwa konsumen dan pelaku usaha yangbersengeketa wajib menyatakan menerima atau menolak Putusan Badan PenyelesaianSengketa Konsumen (BPSK). Dengan demikian jika para pihak menolak hasil dariputusan, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke Pengadilan Negeri.
Menurut peraturan MA no. 01 Tahun 2006 tentang tata cara pengajuankeberatan terhadap putusan BPSK maka konsumen atau pelaku usaha yang menolakputusan BPSK dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan dengan cara  :[5]
1.     Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 hari terhitungsejak pelaku usaha/konsumen menerima pemberitahuan putusan BPSK
2.     keberatan diajukan melalui kepaniteraan pengadilan negerisesuai dengan prosedur pendaftaran perkara.
3.     keberatan yang dimaksud diajukan dalam 6 rangkap yangidentik untuk dikirim oleh panitera kepada pihak yang berkepentingan termasukBPSK.
Pengajuan keberatan yang diajukan oleh konsumen atau pelaku usaha, kemudianakan di keluarkannya putusan (vonis) oleh pengadilan Negeri dalam waktupaling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak sejak diterimanya keberatan. Atasputusan Pengadilan Negeri tersebut, tentunya para pihak baik konsumen ataupelaku usaha yang nantinya keberatan atas putusan (Vonis) yang dikelaurkanoleh Pengadilan Negeri, maka para pihak dapat mengajukan kasasi ke MahkamahAgung Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.
Mahkamah Agung Republik Indonesi wajib mengeluarkan Putusan (Vonis)dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonanKasasi.
g.     Eksekusi Putusan
Dalam hal pelaku usaha menerima (menyetujui atau sependapat) diktum (amar,isi) putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), maka ia wajibmelaksanakan putusan tersebut dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitungsejak menyatakan menerima putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Jika pelaku usaha tidak menggunakan upaya keberatan atau upaya hukum, makaputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) menjadi berkekuatan tetap.Dengan  begitu, jika tidakdilaksanakannya putusan tersebut, apalagi setelah diajukan Fiat eksekusiberdasarkan Pasal 57 UUPK, maka tindakan tersebut merupakan tindak pidana dibidang Perlindungan Konsumen.




[1]  Sudikno Martolusuma, Hukum Acara PerdataIndonesia. (Liberty yogyakarta, , 1988) Hal 35
[2]Yusuf shoie. Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut UUPK, Teori dan PeraktekPenegakan Hukum. Cet ke-1 (PT Citra Aditya Bakti, 2003) hal-37
[3]  Subekti. Hukum Acara Perdata Indonesia Cet.ke2 (bandung ; Badan Pembinaan Hukum Nasional & Binacipta. 1982), Hal 109.
[4]Bpsk, Kota Bogor, op.cit. hal 23
[5]Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2006 tenntang tata cara pengajuankeberatan terhadap putusan BPSK, pasal 5

Sudah Baca Yang Ini..?



Komentar :

ada 0 komentar ke “Upaya Hukum yang Ditempuh Konsumen Atas Kerugian yang diakibatkan dari barang dan /atau Jasa yang ditawarkan pelaku usaha melalui iklan.”

Posting Komentar

Arsip Blog

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra