Jumat, 22 Oktober 2010

Membongkar Kejahatan Jaringan Internasional


oleh: Restian    

Pengarang : John Perkins
Di usia 65 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, sebagai rakyat Indonesia, saya patut bertanya dan merenungkan kembali makna kemerdekaan itu. Apakah betul secara de facto dan de jure kita sebagai bangsa benar-benar telah merdeka dan berdaulat atas negeri ini? Jika realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dibidang perekonomian, fakta menunjukkan bahwa sumber-sumber kekayaan alam negeri ini sepenuhnya dikelola dan dikendalikan oleh perusahaan MNC (multinational corporation). Apa sebab semua itu bisa terjadi?

Adalah John Perkins penulis asal Amerika Serikat (AS) yang membeberkan kejahatan korporatokrasi yaitu jaringan yang bertujuan memetik keuntungan melalui cara-cara korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dari negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Perkins mengatakan bahwa cara operasional jaringan ini mirip mafia, karena menggunakan semua cara, termasuk pembunuhan, untuk mencapai tujuan. Konon kejatuhan Presiden Soekarno dari tampuk kekuasaan pada tahun 1965, disinyalir bandit-bandit ekonomi ini berperan besar. �Kita melakukan pekerjaan kotor. Tak ada yang tahu apa yang kamu lakukan, termasuk istri kamu. Kamu ikut atau tidak? Kalau mau, kamu dilarang keluar dari MAIN sampai meninggal dunia�, kata bos Perkins yang suatu hari menghilang bagaikan hantu.

Perkins sebagai salah satu bandit ekonomi dalam jaringan korporatokrasi ini. Diawal keterlibatannya, ia bertugas membuat laporan-laporan fiktif untuk IMF dan World Bank agar mengucurkan utang luar negeri kepada negara-negara Dunia Ketiga. Setelah tersandera utang yang menggunung, negara pengutang dijadikan kuda tunggangan. Negara pengutang ditekan agar, misalnya, mendukung Pemerintah AS dalam voting di Dewan Keamanan PBB. Bisa juga negara pengutang dipaksa menyewakan lokasi untuk pangkalan militer AS. Sering terjadi korporatokrasi memaksa negeri pengutang menjual ladang-ladang minyak mereka kepada MNC (Multinational Corporation) milik negara-negara Barat.

Dalam hal Indonesia, bos Perkins, Charlie Illingworth mengatakan bahwa Presiden AS Richard Nixon menginginkan kekayaan alam Indonesia diperas sampai kering. Di mata Nixon, Indonesia ibarat real estate terbesar di dunia yang tak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet atau China. �Berbicara tentang minyak bumi, kita tergantung dari Indonesia. Negara ini bisa jadi sekutu kuat kita,� kata Illingworth kepada Perkins di Bandung.

Kehadiran korporatokrasi disambut hangat penguasa Orde Baru. Korporatokrasi membuka peluang emas untuk KKN. Konspirasi antara korporatokrasi dengan kleptokrasi Orde Baru dijalin melalui prinsip �tahu sama tahu� dalam rangka �pembangkrutan� (bukan pembangunan) Indonesia. Konspirasi inilah yang mengawali berputarnya lingkaran setan utang yang dibangga-banggakan ideologi developmentalis Orde Baru.

Pembangunan berbagai proyek infrastruktur itu bertujuan meraup laba maksimal bagi perusahaan-perusahaan AS. Tujuan lainnya memperkaya elite Orde Baru dan keluarganya agar mereka tetap loyal kepada korporatokrasi. Utang yang semakin menggunung akan semakin menguntungkan persengkonglan itu. Dan Perkins pun dinyatakan lulus sebagai bandit ekonomi andal berkat kariernya yang sukses di Indonesia.

Perkins merekomendasikan jumlah utang yang disalurkan IMF dan World. Antara lain syaratnya, pemerintah harus menyalurkan 90 persen dari utang ke kontraktor-kontraktor AS untuk membangun berbagai proyek infrastruktur seperti jalan raya atau pelabuhan yang dikerjakan para pejabat tinggi Orde Baru dan keluarganya. Jika Presiden Soekarno menentang kehadiran korporatokrasi, Presiden Soeharto justru sebaliknya. Tak heran utang luar negeri Soekarno tak lebih dari 2,5 milyar dolar AS, sebaliknya utang luar negeri Soeharto lebih dari 100 milyar dolar AS dan utang luar negeri pemerintahan SBY saat ini sebesar Rp 1.878 triliun (posisi pada April 2010).

Konspirasi jahat korporatokrasi dengan kleptokrasi, dapat kita lihat dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton I dan II di Probolinggo Jawa Timur yang nilainya 3,7 milyar dolar AS. Megaproyek ini tidak membawa manfaat bagi rakyat bangsa ini. Mengapa? Sebab harga listrik yang dihasilkan 60 persen lebih mahal daripada di Filipina, atau 20 kali lebih mahal dibandingkan di AS. Dana pembangunan Paiton berasal dari utang yang disalurkan ECA (Export credit agencies) asal negara-negara maju. Korupsi Orde Baru dimulai ketika 15,75 persen saham megaproyek itu disetor kepada kroni dan keluarga Soeharto.

Kontrak-kontrak Paiton, mulai dari pembebasan lahan sampai monopoli suplai batu bara, dihadiahkan tanpa tender kepada konspirasi korporatokrasi dengan kleptokrasi. Setelah rezim Soeharto tumbang, audit BPK menyatakan proyek Paiton sayarat KKN, bahkan nilai proyek Paiton terinflasi 72 persen. Pemerintah-pemerintah pasca Soeharto coba menegosiasi ulang Paiton dengan argumen megaproyek itu adalah hasil KKN. Akibatnya Indonesia selama 30 tahun harus membayar ganti rugi 8,6 sen dolar AS per kWh walaupun kemampuan pemerintah cuma dua sen dolar AS per kWh. Itulah sebabnya buku Perkins tentang bahaya korporatokrasi ini amat menarik dan masih sangat relevan untuk mengikuti perkembangan di Irak dan tentunya perkembangan kebijakan energi AS di Indonesia.

Diterbitkan di: September 01, 2010

Sudah Baca Yang Ini..?



Komentar :

ada 0 komentar ke “Membongkar Kejahatan Jaringan Internasional”

Posting Komentar

Arsip Blog

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra