Apabila seseorang dirugikan karena perbuatanseseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian(hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang undang juga timbul atauterjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu.[1]Hal tersebut diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian padaorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”.
Menurut pasal 1365KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatanyang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telahmenimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga)kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:[2]
1. Perbuatan melawanhukum karena kesengajaan
2. Perbuatan melawanhukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)
3. Perbuatan melawanhukum karena kelalaian
Maka model tanggungjawab hukum adalah sebagai berikut:[3]
1. Tanggung jawab denganunsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam pasal1365 KUHPerdata.
2. Tanggung jawab denganunsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam pasal 1366KUHPerdata.
3. Tanggung jawab mutlak(tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam pasal 1367 KUHPerdata.
Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) sebelum tahun1919 oleh Hoge Raad diartikan secara sempit, yakni tiap perbuatan yangbertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena undang-undang atau tiapperbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbulkarena undang-undang. Menurut ajaran yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikanalasan untuk menuntut ganti kerugian karena suatu perbuatan melawan hukum,suatu perbuatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang sekalipunperbuatan tersebut adalah bertentangan dengan hal-hal yang diwajibkan olehmoral atau hal-hal yang diwajibkan dalam pergaulan masyarakat.
Pengertianperbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya keputusan Hoge Raadtanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lindebaum lawan Cohen. Hoge Raad telahmemberikan pertimbangan antara lain sebagai berikut :
“bahwa dengan perbuatan melawanhukum (onrechmatige daad) diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yangatau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajibanhukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan baik, pergaulan hidupterhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagaiakibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain,berkewajiban membayar ganti kerugian”.[4]
Denganmeninjau perumusan luas dari onrechmatige daad, maka yang termasukperbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan :
1. Bertentangan denganhak orang lain, atau
2. Bertentangan dengankewajiban hukumnya sendiri, atau
3. Bertentangan dengankesusilaan baik, atau
4. Bertentangan dengankeharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lainatau benda.
Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapatdisengaja dan tidak disengaja atau karena lalai. Hal tersebut diatur dalampasal 1366 KUHPerdata, sebagai berikut :
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugianyang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankarena kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
Tanggung jawab atas perbuatanmelawan hukum diatas merupakan tanggung jawab perbuatan melawan hukum secaralangsung , dikenal juga dikenal perbuatan melawan hukum secara tidak langsungmenurut pasal 1367 KUHPerdata :
(1) Seseorang tidak sajabertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri,tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yangmenjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawahpengawasannya;
(2) Orang tua dan walibertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belumdewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaanorang tua atau wali;
(3) Majikan-majikan danmereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka,adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayanatau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orangini dipakainya;
(4) Guru-guru sekolah dankepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan olehmurid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang–orang ini beradadibawah pengawasan mereka;
(5) Tanggung jawab yangdisebutkan diatas berakhir, jika orangtua-orangtua, wali-wali, guru-gurusekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapatmencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab.
Pertanggungjawabanmajikan dalam pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata tidak hanya mengenai tanggungjawab dalam ikatan kerja saja, termasuk kepada seorang yang di luar ikatankerja telah diperintahkan seorang lain untuk melakukan sesuatu pekerjaantertentu, asal saja orang yang diperintahkan melakukan pekerjaan tersebutmelakukan pekerjaannya secara berdiri sendiri-sendiri baik atas pimpinannyasendiri atau telah melakukan pekerjaan tersebut atas petunjuknya.[5]Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1601 a KUHPerdata, Tanggung jawabanmajikan atas perbuatan-perbuatan melawan hukum dari karyawan-karyawannya[6]:
“Persetujuanperburuhan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si buruh,mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan,untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”
PutusanHoge Raad tanggal 4 November 1938 mengatur pula pertanggungjawaban atasperbuatan-perbuatan yang sekalipun diluar tugas sebagaimana yang diberikankepada bawahan, namun ada hubungannya sedemikian rupa dengan tugas bawahantersebut, sehingga dapat dianggap dilakukan dalam pekerjaan untuk mana bawahantersebut digunakan :
“Pertanggungjawaban berdasarkan pasal 1367 ayat (3) KUHPerdatadimaksudkan untuk mencakup pula kerugian yang disebabkan oleh perbuatan yangtidak termasuk tugas yang diberikan pada bawahan, namun ada hubungannyasedemikian rupa dengan tugas bawahan tersebut, sehingga perbuatan tersebutdianggap dilakukan dalam pekerjaan untuk mana bawahan tersebut digunakan”.[7]
Selain manusiasebagai subyek hukum, badan hukum (rechtspersoon) juga merupakan subyekhukum, yaitu memiliki hak hak dan kewajiban seperti manusia. Badan hukum dapatmenjadi subyek hukum dengan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:[8]
a.Jika badan hukum tersebut memiliki kekayaansendiri yang terpisah dari kekayaan orang perorangan yang bertindak dalam badanhukum itu;
b.Jika badan hukum tersebut mempunyai kepentingankepentingan yang sama dengan kepentingan orang perorangan yaitu kepentingansekelompok orang dengan perantara pengurusnya.
Badan hukum dapat turut serta dalam pergaulan hidup dimasyarakat, dapat menjual atau membeli barang, dapat sewa atau menyewakanbarang, dapat tukar menukar barang, dapat menjadi majikan dalam persetujuanperburuhan dan dapat juga dipertanggung jawabkan atas tindakan melanggar hukumyang merugikan orang lain.[9]
Teori organmengakui dalam badan hukum terdapat orang di samping anggotanya, orang tersebutmempunyai kecakapan untuk bertindak dan juga memiliki kehendaknya sendiri.Kehendak tersebut dibentuk dalam otak para anggota, akan tetapi karena paraanggota tersebut pada waktu membentuk dan mengutarakan kehendaknya bertindakselaku organ, yakni sebagai bagian dari organisme yang berwujud orang, makakehendak tersebut juga merupakan kehendak dari badan hukum.[10]
Hoge Raad menganutteori organ dan menjadikan teori ini sebagai yurisprudensi tetap karena menurutteori ini badan hukum dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1365KUHPerdata, yakni bilamana organnya melakukan perbuatan melawan hukum.[11]Bilamana suatu badan hukum dianggap sebagai benar-benar orang yang mempunyaiwewenang untuk bertindak, dengan memiliki kehendaknya sendiri, maka dapatditarik kesimpulan bahwa badan hukum tersebut harus pula dapat dianggapmemenuhi unsur kesalahan dalam melakukan perbuatan melawan hukum.[12]
Tidak semua perbuatan organ dapatdipertanggung jawabkan kepada badanhukum, harus ada hubungan antara perbuatan dengan lingkungan kerja dari organ. Organ tersebut telahmelakukan perbuatannya dalam lingkungan formil dari wewenangnya. Jika organbadan hukum bertindak untuk memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya dantindakan tersebut melawan hukum maka perbuatan melawan hukum oleh organtersebut dianggap sebagai perbuatan melawan hukum dari badan hukum.
Dalam membicarakan persoalan tentang organ perlukiranya dikemukakan perihal wakil. Vollmar mengadakan perbedaan antara organdan wakil. Organ menurut Vollmar adalah merupakan wakil yang bertindak untukbadan hukumnya. Di samping wakil sebagai organ tersebut menurut Vollmar adapula wakil yang bertindak tidak sebagai organ. Adapun mengenai organ tersebutdapat dibedakan antara organ bukan sebagai bawahan dan organ sebagai bawahan.[13]
Vollmar memberikan perumusan tentang organsebagai berikut :[14]
“organ adalah wakil yang fungsinya mempunyai sifat yang berdiri sendiri,yakni dalam arti bahwa cara mereka harus menjalankan tugasnya dan cara merekaharus mewakili badan hukum sepenuhnya adalah diserahkan pada mereka sendiri,sekalipun pelaksanaannya harus dilakukannya dalam batas-batas yang ditentukanoleh undang-undang, atau peraturan dan sebagainya”.
Dengan demikian dalam kebanyakan hal badanhukum sendiri telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawabannyasecara langsung adalah berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata dan bukannyaberdasarkan pasal 1367 KUHPerdata. Jika perbuatan melawan hukumnya dilakukanoleh seseorang bawahan maka badan hukum harus bertanggung jawab berdasarkanpasal 1367 KUHperdata.
Sebagaipedoman, diberikan oleh pasal 1865 KUHPerdata bahwa :
“Setiap orang yang mendalilkan bahwa iamempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantahsuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikanadanya hak atau peristiwa tersebut.”
[1]AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, cet.2,(Jakarta: Diapit Media, 2002), hal.77.
[2]Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, cet.1, (Bandung: CitraAditya Bakti, 2002), hal.3.
[3]Ibid., hal..3.
[4]M.A. Moegni Djojodirdjo, PerbuatanMelawan Hukum, cet.2, (Jakarta : Pradnya Paramita : 1982), hal 25-26.
[5]Ibid, hal 128.
[6]Ibid, hal 131.
[7]Ibid, hal 132.
[8]Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989), hal.21.
[9]Wirjono Projodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, (Bandung:Sumur Bandung, 1960), hal.51.
[10]M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cet.2,(Jakarta : Pradnya Paramita : 1982), hal 175.
[11]Ibid., hal. 176.
[12]Ibid., hal. 176.
[13]Ibid, hal 177.
[14]Ibid, hal. 178.
Komentar :
Posting Komentar